Senin, 20 Februari 2012

Bunga Rosela, Penghias Taman Antihipertensi



Seperti jenis bunga lain, rosela layak dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena bentuk dan warnanya menarik. Sejatinya bunga ini juga dimanfaatkan sebagai herba peredam hipertensi.

Dilihat dari penampilannya, tak salah jika bunga rosela dimasukkan dalam kategori tanaman hias. Warnanya cerah menyegarkan, pas jika ditanam sebagai penghias taman. Meski begitu, tanaman yang memiliki nama Latin Hisbiscus sabdariffa ini juga berkhasiat meredam tumor, antiradang, antihipertensi, dan memperlancar buang air besar.

Kelopak bunga rosela bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk seduhan, seperti teh. Bahkan, kini sudah biasa diolah dalam bentuk sirop, selai, dan minuman lain. Tanaman herba yang juga dikenal sebagai penghasil serat ini dapat diolah menjadi campuran salad, puding, juga asinan. Kelopak bunga rosela mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 di antaranya terdapat dalam kelopak bunga rosela, termasuk arginin dan legnin, yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh.


Kelopak bunga rosela juga mengandung protein dan kalsium. Sebagai obat tradisional, rosela berkhasiat sebagai antiseptik, aprodisiak, diuretik, pelarut, sedatif, dan tonik.

Kaya Antioksidan

Popularitas rosela inilah yang kemudian mendorong para ilmuwan untuk meneliti kandungannya lebih lanjut, seorang di antaranya, Ir. Didah Nurfarida MSi, dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2006, Didah mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh kelopak merah (bunga rosela), jumlahnya 1,7 mmol/prolox, lebih tinggi dibandingkan dengan kumis kucing, yang sudah teruji klinis dapat meluruhkan batu ginjal.

Jumlah antioksidan itu diperoleh dengan menggerus 3 kuntum rosela yang telah dikeringkan, kira-kira sebanyak 1,5 gram. Setelah diberi air 200 ml, lalu dimasukkan ke spektrofotometer. Alat itu menganalisis seluruh kandungan kimia berdasarkan panjang gelombang yang dibiaskan larutan.

Dengan keberadaan antioksidan, sel-sel radikal bebas yang merusak inti sel dapat dihilangkan. Itu sebabnya rosela memiliki efek antikanker. Kandungan yang paling berperan adalah antosianin atau pigmen tumbuhan yang bertanggung jawab menghindarkan dari kerusakan sel akibat paparan sinar ultraviolet berlebih.

Di Selandia Baru, John McIntosh, periset dari Institute of Food Nutrition and Human Health, Massey University, mengekstrak rosela dengan mengeringkan kelopak bunganya pada suhu 50 derajat Celsius selama 36 jam. Tiga gram rosela hasil pengeringan diencerkan dalam 300 ml air. Larutan itu dimasukkan ke tabung spektrofotometer. Hasilnya rosela mengandung 51 persen antosianin, antioksidannya 24 persen.

Hasil temuan itulah yang kemudian digunakan Yun-Ching Chang dari Institute of Biochemistry and Biotechnology, Chung Shan Medical University, Taiwan. Periset itu lalu menguji efektivitas antosianin rosela untuk menghambat sel kanker darah atau leukemia.  Pigmen alami oseile rouge --sebutan rosela di Perancis-- tak hanya menghambat pertumbuhan sel kanker, tetapi juga mematikannya. Dosis yang diberikan hanya 0-4 mg/ml rosela. Antosianin yang berpengaruh diberi nama delphinidin 3-sambubioside.

Beberapa penelitian dan riset itu baru praklinis di laboratorium. Belum ada pembuktian efeknya langsung pada manusia. Namun, Tria Novida (35 tahun) merasakan langsung manfaat rosela untuk menurunkan tekanan darah tingginya yang sering mengganggu setengah tahun terakhir ini.  Ibu dua anak itu mengaku kerap pusing, mual, dan panas di kepala. Karena menganggapnya sakit kepala biasa, guru TK ini hanya mengonsumsi obat-obatan bebas. Namun, lama-kelamaan nyeri kepalanya semakin parah. Kepalanya terasa berat. Jika sudah begitu, ia tak sanggup berjalan, apalagi mengajar, karena kehilangan keseimbangan. Saat periksa ke dokter, ia dinyatakan mengidap hipertensi.

Pada akhir Februari lalu, saat berkunjung ke sebuah pameran, ia ditawari seduhan teh hangat berwarna merah. Meski awalnya hanya sebatas mencoba, Ida memutuskan untuk rutin mengonsumsi teh rosela yang terasa sedikit kecut, tetapi lebih menyegarkan daripada teh.  Setelah mengonsumsi selama satu bulan, ia merasa lebih tenang karena kekakuan saraf dan ketegangan leher akibat hipertensi perlahan mulai hilang. Tak hanya itu, tubuh juga lebih bugar dan nyenyak tidur.  Agar lebih yakin, Ida memeriksakan diri ke dokter. Ternyata tekanan darahnya turun 70 poin, dari 190 mmHg menjadi 120 mmHg.

Turun 11,2 Persen

Khasiat kelopak zuring, sebutan rosela dalam bahasa Belanda, untuk hipertensi juga dibuktikan Abd Al-Aziz Sharaf dari Sudan Research Unit, Institute of African and Asian Studies. Seperti dikutip Planta Medical Journal, kelopak rosela bersifat hipotensif (antihipertensi) dan antikejang.  Sifat antihipertensi itu diuji klinis oleh M. Haji Faraji dan A.H. Haji Tarkhani dari Shaheed Beheshti University of Medical Sciences and Health Services, Teheran, Iran. Sebanyak

54 pasien tekanan darah tinggi di Tehran's Shariati Hospital dihitung tekanan diastolik dan sistoliknya 15 hari sebelum dan sesudah pengujian.
Pasien diberi secangkir teh seduhan 3 kuntum bunga rosela. Setelah 12 hari, nilai sistolik pasien rata-rata turun 11,2 persen, tekanan diastolik turun 10,7 persen. Saat konsumsi rosela dihentikan 3 hari, tekanan sistolik meningkat 7,9 persen, diastolik 5,6 persen. Itu membuktikan rosela memang berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi.

Bunga rosela tumbuh dari biji/benih dengan ketinggian mencapai satu meter lebih serta mengeluarkan bunga hampir sepanjang tahun. Bunga rosela berwarna cerah, kelopak bunga (kaliks) berwarna merah gelap dan lebih tebal jika dibandingkan dengan bunga raya (sepatu).  Bagian bunga rosela yang bisa diproses menjadi makanan ialah kaliks yang mempunyai rasa masam. Kelopak bunga ini bisa diproses menjadi minuman, jeli, saus, serbuk (teh), atau manisan.

Daun muda rosela bisa juga dimakan sebagai ulam atau salad. Di benua Afrika, biji Rosela dimakan karena dipercaya mengandung minyak tertentu. Di Sudan, Rosela diproses menjadi karkadeh, minuman tradisional kebanggaan masyarakatnya.

Bagaimana mengolahnya?

Menurut Iwan R. Hudaya, konsultan dan pembudi daya bunga rosela yang tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, rosela lebih sering diolah menjadi seduhan, seperti teh.

Membuat seduhan

Kelopak bunga yang sudah dipetik, dijemur di bawah terik matahari (1-2 hari) agar memudahkan pemisahan lidah kelopak (warna merah) dengan bijinya. Berikutnya, kelopak yang sudah dipisahkan dengan biji tersebut dicuci dengan air bersih. Biji yang sudah diangin-anginkan bisa dijadikan bibit.
Kelopak warna merah dijemur selama 3-5 hari. Gunakan penutup dari plastik agar kelopak tidak kena debu. Tanda kelopak sudah cukup kering, kadar air tinggal 4-5 persen, dan akan menjadi bubuk bila diremas. Simpan dalam stoples yang bersih dan kering, lalu tutup rapat.

Pemakaian:
-    Seduh 2-3 gr teh rosela dengan air mendidih hingga larut dan air berubah menjadi kemerahan (seperti membuat air teh), tambahkan potongan jahe atau gula pasir sesuai selera. Untuk yang sedang berdiet, penderita batuk, atau diabetesi, gunakan gula rendah kalori seperti gula jagung.
-    Selain dapat diramu sendiri, ekstrak bunga rosela juga sudah bisa diperoleh dalam bentuk olahan, dari mulai serbuk hingga bahan seduhan seperti teh celup. Harganya bervariasi, mulai Rp 10 ribu. Produk rosela yang baik kualitasnya dapat dibeli di toko obat terpercaya dan yang telah diakui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Sumber: http://health.kompas.com/read

Tidak ada komentar: