Dosen di Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember itu
menuturkan, jika pemanfaatan peptida antioksidan dari hidrolisis biji
Gnetum gnemon ini berhasil, akan tersedia suplemen nutraceutical alami
yang murah. “Bisa menggantikan suplemen lainnya,” ujarnya. Jepang juga
sudah melirik potensi antioksidan dari biji famili Gnetaceae ini
Dosen di Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember itu menuturkan, jika pemanfaatan peptida antioksidan dari hidrolisis biji Gnetum gnemon ini berhasil, akan tersedia suplemen nutraceutical alami yang murah. “Bisa menggantikan suplemen lainnya,” ujarnya. Jepang juga sudah melirik potensi antioksidan dari biji famili Gnetaceae ini. Secara kebetulan penelitian Tri Agus Siswoyo tentang isolasi dan karakterisasi peptida antioksidan dari biji melinjo ini menjadi salah satu penerima dana riset Rp 32,8 juta dari Indonesia Toray Science Foundation, sebuah yayasan yang dibentuk perusahaan tekstil dan serat sintetis terbesar di Jepang.
Selama dua tahun mengkaji melinjo, Tri sudah meneliti interaksi antara pati dan lipid pada biji melinjo, stabilitas protein melinjo terhadap panas dan kandungan phenolic, serta flavonoid sebagai sumber antioksidan. Sampai saat ini, doktor biokimia dari Osaka Prefecture University, Jepang itu telah mengisolasi dua jenis protein yang menunjukkan aktivitas antioksidan tinggi. Dari seluruh bagian tumbuhan melinjo yang pernah diekstraknya, mulai dari daun, kulit batang, akar, sampai biji, Tri menemukan protein paling potensial dari biji. Riset menunjukkan aktivitas antioksidan ini setara dengan antioksidan sintetik BHT (Butylated Hydroxytolune). Dari dua fraksi protein itu, Tri menemukan fungsi lain melinjo sebagai antimikroba alami. Itu artinya protein melinjo juga bisa dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. “Peptida Gg-AMP yang diisolasi dari biji melinjo diindikasikan punya potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif,” kata Tri.
Dia berharap riset yang dilakukannya bisa menghasilkan protein antioksidan artifisial menggunakan teknik kloning. Produksi protein akan dilakukan di dalam bakteri Escherichia coli, yang berfungsi sebagai pabrik protein. “Bakteri membelah dengan cepat sehingga bisa memproduksi protein dalam jumlah besar daripada diekstrak langsung dari biji,” kata Tri. “Hal ini juga bisa mengurangi efek sampingan melinjo, yaitu purin tinggi. Meski demikian, efek antioksidan melinjo juga bisa diperoleh dengan memakan bijinya langsung tanpa proses isolasi yang berbelit. “Orang hanya belum tahu kalau melinjo punya fungsi antioksidan,” kata Tri. “Yang diketahui baru kandungan purinnya tinggi dan bisa menyebabkan asam urat.”K alau saja Taufik mengetahui manfaat melinjo yang bisa mengusir radikal bebas, pemicu kanker dan mempercepat penuaan, mungkin dia akan berubah pikiran dan kembali menikmati gurihnya biji pahit Gnetum gnemon.
sumber : http://www.tempointeraktif.com
Antioksidan dari Biji Melinjo
Taufik tak berani lagi menyentuh emping. Kudapan dari biji melinjo yang ditumbuk hingga pipih dan digoreng itu sudah lama dicoret dari menu makanannya. Pada usianya yang memasuki kepala empat, pria yang berperawakan cukup subur itu takut terkena asam urat. Namun, siapa sangka, biji melinjo yang bisa membuat kadar asam urat melonjak dan belakang kepala terasa berat itu punya kandungan antioksidan yang tinggi.Penelitian di Universitas Jember
“Aktivitas antioksidannya setara dengan vitamin C,” kata Tri Agus Siswoyo, peneliti dari Universitas Jember. Aktivitas antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi protein tinggi, 9-10 persen dalam tiap biji melinjo. Protein utamanya didominasi jenis berukuran 30 kilo Dalton yang amat efektif untuk menghabisi radikal bebas, penyebab berbagai macam penyakit. Potensi besar yang terkandung di dalam sebutir biji melinjo atau Gnetum gnemon itu membuat Tri yakin melinjo adalah sumber protein fungsional yang cocok untuk dijadikan sebagai suplemen makanan nutraceutical, substansi yang punya manfaat bagi kesehatan, termasuk mencegah dan mengobati penyakit. “Apalagi bijinya mudah diperoleh,” kata pria kelahiran Banjarmasin itu. “Sayangnya, sampai sekarang belum ada studi tentang penggunaan protein biji melinjo sebagai sumber antioksidan.”Dosen di Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember itu menuturkan, jika pemanfaatan peptida antioksidan dari hidrolisis biji Gnetum gnemon ini berhasil, akan tersedia suplemen nutraceutical alami yang murah. “Bisa menggantikan suplemen lainnya,” ujarnya. Jepang juga sudah melirik potensi antioksidan dari biji famili Gnetaceae ini. Secara kebetulan penelitian Tri Agus Siswoyo tentang isolasi dan karakterisasi peptida antioksidan dari biji melinjo ini menjadi salah satu penerima dana riset Rp 32,8 juta dari Indonesia Toray Science Foundation, sebuah yayasan yang dibentuk perusahaan tekstil dan serat sintetis terbesar di Jepang.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Kepala Pusat Penelitian Biologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dedy Darnaedi mengatakan, melinjo termasuk tumbuhan purba yang secara evolusi dekat dengan tanaman Ginkgo biloba yang ada di Jepang. “Itu salah satu daya tarik melinjo bagi orang Jepang,” kata Dedy. Ginkgo adalah spesies pohon hidup tertua, yang telah tumbuh selama 150-200 juta tahun dan dipercaya sebagai tonik otak karena memperkuat daya ingat. Daun Ginkgo juga punya khasiat antioksidan kuat dan berperan penting dalam oksidasi radikal bebas penyebab penuaan dini dan pikun. Namun, bukan sekadar tanaman purba yang membuat Tri tertarik meneliti tanaman yang tumbuh di Asia Tenggara ini, melainkan ketahanan melinjo terhadap penyakit, baik bakteri, jamur, maupun hama.Selama dua tahun mengkaji melinjo, Tri sudah meneliti interaksi antara pati dan lipid pada biji melinjo, stabilitas protein melinjo terhadap panas dan kandungan phenolic, serta flavonoid sebagai sumber antioksidan. Sampai saat ini, doktor biokimia dari Osaka Prefecture University, Jepang itu telah mengisolasi dua jenis protein yang menunjukkan aktivitas antioksidan tinggi. Dari seluruh bagian tumbuhan melinjo yang pernah diekstraknya, mulai dari daun, kulit batang, akar, sampai biji, Tri menemukan protein paling potensial dari biji. Riset menunjukkan aktivitas antioksidan ini setara dengan antioksidan sintetik BHT (Butylated Hydroxytolune). Dari dua fraksi protein itu, Tri menemukan fungsi lain melinjo sebagai antimikroba alami. Itu artinya protein melinjo juga bisa dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. “Peptida Gg-AMP yang diisolasi dari biji melinjo diindikasikan punya potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif,” kata Tri.
Dia berharap riset yang dilakukannya bisa menghasilkan protein antioksidan artifisial menggunakan teknik kloning. Produksi protein akan dilakukan di dalam bakteri Escherichia coli, yang berfungsi sebagai pabrik protein. “Bakteri membelah dengan cepat sehingga bisa memproduksi protein dalam jumlah besar daripada diekstrak langsung dari biji,” kata Tri. “Hal ini juga bisa mengurangi efek sampingan melinjo, yaitu purin tinggi. Meski demikian, efek antioksidan melinjo juga bisa diperoleh dengan memakan bijinya langsung tanpa proses isolasi yang berbelit. “Orang hanya belum tahu kalau melinjo punya fungsi antioksidan,” kata Tri. “Yang diketahui baru kandungan purinnya tinggi dan bisa menyebabkan asam urat.”K alau saja Taufik mengetahui manfaat melinjo yang bisa mengusir radikal bebas, pemicu kanker dan mempercepat penuaan, mungkin dia akan berubah pikiran dan kembali menikmati gurihnya biji pahit Gnetum gnemon.
sumber : http://www.tempointeraktif.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar